Minggu, 29 November 2015

TUGAS 3 Contoh Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi

TUGAS 3
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi

A.     Contoh Kasus
Gayus Divonis 6 Tahun, Denda Rp 1 Miliar
Kamis, 1 Maret 2012 | 16:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepada Gayus Halomoan Tambunan, mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, dalam perkara korupsi dan pencucian uang, Kamis (1/3/2012).
Majelis hakim yang dipimpin Suhartoyo juga menjatuhkan denda sebesar Rp 1 miliar yang dapat diganti dengan kurungan penjara selama empat bulan.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Gayus dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar yang dapat diganti dengan kurangan penjara selama enam bulan.
Majelis hakim berpendapat, Gayus terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan sejumlah tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan. Gayus terbukti menerima uang Rp 925 juta dari Roberto Santonius terkait kepengurusan gugatan keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart dan menerima 3,5 juta dollar AS dari Alif Kuncoro terkait kepengurusan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Bumi Resource.
Ia juga terbukti menerima gratifikasi terkait kepemilikan uang 659.800 dollar AS dan 9,68 juta dollar Singapura dan melakukan pencucian uang dengan menyimpan uang gratifikasi tersebut dalam safe deposit box Bank Mandiri Cabang Kelapa Gading. Kasus lain, Gayus juga terbukti menyuap sejumlah petugas Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, agar dapat keluar-masuk tahanan.
Ini adalah vonis ketiga bagi Gayus setelah sebelumnya ia divonis 12 tahun penjara pada tingkat kasasi dalam sejumlah perkara korupsi pajak dan menyuap penyidik. Ia pun mendapat vonis dua tahun penjara di Pengadilan Negeri Tangerang dalam perkara pemalsuan paspor. Gayus akan menjalani hukuman penjara atas vonis maksimal yang dijatuhkan kepadanya.

B.      Analisis Kasus

Sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas salah satu pendapatan negara yaitu pajak, tidak sepatutnya hal-hal seperti pengeelapan pajak dilakukan untuk kepentingan pribadi dan keuntungan beberapa pihak saja. Karena penggelapan pajak membuat negara sangat merugi bila negara merugi maka dampaknya juga dirasakan oleh rakyat Indonesia.
Untuk vonis yang diberikan yaitu selama 6 tahun dan denda Rp. 6 Miliyar menurut saya masih kurang sepadan. Dalam contoh kasus lain ada seorang nenek yang mencuri kayu bakar dan juga hasil pertanian hanya karena untuk kehidupannya mendapatkan vonis sekitar 6 bulan. Ada juga contoh kasus dimana seorang pria yang mencuri sekarung arang senilai Rp. 3000 di vonis 6 bulan penjara. Bila pencurian sebesar Rp. 3000 saja dikenakan kurungan penjara selama 6 bulan. Gayus tidak hanya di vonis 6 tahun, bahkan bisa lebih dari 20 tahun atau seumur hidup.

C.      Analisi Kasus Menurut Etika Profesi Akuntansi yang Berlaku

Tindakan penggelapan pajak selain menjadi tindakan hukum pidana. Sebagai seseorang yang menekuni bidang profesi akuntansi dimana bahwa dituntut untuk melaporkan hal yang sebenar-benarnya dalam laporan termasuk yang bersangkutan dengan pajak, bertanggung jawab atas apa yang dikerjakan, tidak mementikan kepentingan pribadi serta keungtungan orang lain yang dapat merugikan organisasi dan masih banyak lagi aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh keprofesian akuntansi sesuai dengan etika profesi akuntansi yang berlaku.

Sumber :
1.      www.kompas.com


Rabu, 25 November 2015

TUGAS 2 CONTOH KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI

TUGAS 2
PELANGGARAN ETIKA PROFESI

Etika Profesi merupakan pedoman seseorang dalam menjalankan tugas Profesinya. Seeorang yang berkerja harus patuh pada semua etika Profesinya masing-masing. Contoh etika Profesi sepeti Etika Profesi Akuntan, Pengacara (Advokat), Kedokteran, Jurnalistik dll. Walau Etika Profesi digunakan sebagai pedoman untuk bersikap dalam profesinya masing-masing, masih banyak pihak yang melakukan pelanggaran. Saya akan membahas salah satu contoh kasus pelanggaran terhadap Etika Profesi Advokat.
A.      KPK: Ada 2 Alat Bukti Jadikan OC Kaligis Tersangka Suap Hakim
By Oscar Ferri on 14 Jul 2015 at 19:24 WIB

Liputan6.com, Jakarta - KPK resmi menetapkan pengacara kondang OC Kaligis sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan dan pemberian suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara. Penetapan tersangka itu setelah adanya hasil gelar perkara dilakukan penyidik.
"Disimpulkan dari hasil gelar perkara, ditemukan 2 alat bukti permulaan yang cukup, ada dugaan tipikor yang diduga dilakukan oleh OCK (OC Kaligis)," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi SP di gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/7/2015).
Kata Johan, Kaligis dikenakan Pasal 6 ayat 1 a Pasal 5 a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
‎Bersama sejumlah penyidik, Kaligis mendatangi Gedung KPK sekitar pukul 15.50 WIB. Dengan menumpang mobil Toyota Kijang Innova hitam, Kaligis hanya melempar senyum tanpa memberi sepatah dua kata terkait kedatangannya. Ia langsung masuk ke dalam gedun KPK.
KPK saat ini tengah mendalami dugaan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan ‎pengacara kondang Otto Cornelius Kaligis ‎dalam kasus dugaan penerimaan dan pemberian suap kepada hakim PTUN Medan. Apalagi, keduanya juga sudah diagendakan diperiksa sebagai saksi oleh penyidik.
Gatot dan Kaligis diperiksa untuk melengkapi berkas pemeriksaan tersangka M Yagari Bhastara alias Gerri, yang merupakan anak buah OC Kalig‎is.
Kasus pemberian dan penerimaan suap hakim PTUN Medan ini terungkap berkat hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Sumatera Utara, Kamis 9 Juli 2015 malam.
Dalam OTT itu, KPK menangkap tangan 5 orang. Mereka adalah Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro bersama 2 koleganya sesama hakim PTUN, Amir Fauzi dan Dermawan Ginting,‎ panitera pengganti PTUN Syamsir Yusfan, serta seorang pengacara dari kantor OC Kaligis & Associates M Yagari Bhastara alias Gerry.
Kurang dari 24 jam kemudian, usai pemeriksaan secara intensif, KPK akhirnya resmi menetapkan kelimanya sebagai tersangka. Gerry diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Tripeni, Amir, Dermawan, dan Syamsir ditengarai selaku penerima suap.
PT National Sago Prima (NSP) yang merupakan anak perusahaan PT Sampoerna Agro, Tbk. telah menyampaikan pledooi.
‎Uang US$ 15 ribu dan SG$ 5 ribu turut diamankan dalam OTT itu dan dijadikan sebagai barang bukti transaksi dugaan suap yang diberikan Gerry kepada keempat aparat penegak hukum tersebut. Dalam perkembangannya, uang itu diduga diberikan untuk memuluskan putusan gugatan Pemprov Sumut yang ditangani PTUN Medan.

‎Gugatan ke PTUN itu dilayangkan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis, yang notabene adalah anak buah Gubernur Gatot Pujo Nugroho, kepada Kejaksaan Agung terkait kasus dana Bansos dan Bantuan Dana Bawahan. Pemprov Sumut menyewa OC Kaligis & Associates untuk menangani gugatan tersebut.
‎Oleh KPK, selaku pihak pemberi, Gerry disangka dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, Tripeni Irianto Putro yang diduga sebagai pihak penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Untuk dua orang Hakim lainnya yakni hakim Amir Fauzi dan hakim Dermawan Ginting juga diduga sebagai pihak penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.‎

Sedangkan panitera pengganti PTUN Medan, Syamsir Yusfan yang turut disangka sebagai pihak penerima dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. ‎(Ali/Yus)
B.      Analisis Kasus
Korupsi atau penyogokan merupakan hal yang sangat tidak baik. Tidak hanya dapat merugikan diri sendiri namun juga dapat merugikan banyak pihak. Korupsi merupakan salah satu jenis pelanggaran hukum yang berat. Namun dalam realitanya penegakan hukum bagi para koruptor dan atau pengoyok masih ringan. Hal ini tidak dapat menjadikan efek jera bagi para pelakunya. Semakin banyak kasus korupsi atau penyogokan yang tejadi maka semakin mencerminkan moral bangsa yang sangat rapuh dan mudah hancur.

C.      Analisi Pelanggaran Sesuai dengan Etika Profesi yang Berlaku
Dalam kasus diatas menyeret seorang pengacara kondang yaitu O.C Kaligis. Sebagai seorang advokat profesional tidak seharusnya melakukan tindakan seperti kasus diatas. Pada sarnya bahwa setiap advokat harus profesional dalam melakukan pekerjaanya. Setiap advokat dituntut untuk selalu melihat sebuah masalah dengan sebenar-benarnya tanpa mengambil jalan pintas sebagai penyelesaian untuk setiap kasus yang ditangainya. Setiap advokat harus patuh pada etika profesi yang berlaku. Berikut adalah pelanggaran etika profesi advokat untuk kasus diatas, antara lain :
1.       Pasal 3 huruf b yaitu ,” Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.”
2.       Pasal 4 huruf a yaitu,” Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.”
3.       Pasal 4 huruf c,” Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.”
4.       Pasal 9 huruf a,” Setiap Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini.”

Sumber :
1.       www.news.liputan6.com
2.       www.peradi.or.id

Senin, 19 Oktober 2015

KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA
PEMBUKAAN 
Bahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya.
Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya.
Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.
Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dengan:
a. Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar   pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan hukum.
b. Klien adalah orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa dan atau bantuan hukum dari Advokat.
c. Teman sejawat adalah orang atau mereka yang menjalankan praktek hukum sebagai Advokat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
d. Teman sejawat asing adalah Advokat yang bukan berkewarganegaraan Indonesia yang menjalankan praktek hukum di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e. Dewan kehormatan adalah lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi advokat yang berfungsi dan berkewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik Advokat sebagaimana semestinya oleh Advokat dan berhak menerima dan memeriksa pengaduan terhadap seorang Advokat yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat.
f. Honorarium adalah pembayaran kepada Advokat sebagai imbalan jasa Advokat berdasarkan kesepakatan dan atau perjanjian dengan kliennya. 
BAB II
KEPRIBADIAN ADVOKAT
Pasal 2
Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.
Pasal 3
a. Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
b. Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
c. Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia.
d. Advokat wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat.
e. Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi profesi.
f. Advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat.
g. Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile).
h. Advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat advokat.
i. Seorang Advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif dan judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai Advokat dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.
BAB III
HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Pasal 4
a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkarayang sedang diurusnya.
c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.
d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.
i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.
j. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.

BAB IV
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT
Pasal 5
a. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.
c. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
d. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat semula.
f. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.
BAB V
TENTANG SEJAWAT ASING
Pasal 6
Advokat asing yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.
BAB VI
CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA
Pasal 7
a. Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan "Sans Prejudice ".
b. Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka pengadilan.
c. Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat "ad informandum" maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.
d. Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.
e. Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.
f. Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.
g. Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas hukum baik perdata maupun pidana.
h. Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-Cuma (pro deo) bagi orang yang tidak mampu.
i. Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.
BAB VII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK
Pasal 8
a. Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik ini.
b. Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan! atau bentuk yang berlebih-lebihan.
c. Kantor Advokat atau cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan kedudukan dan martabat Advokat.
d. Advokat tidak dibenarkan mengizinkan orang yang bukan Advokat mencantumkan namanya sebagai Advokat di papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang yang bukan Advokat tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.
e. Advokat tidak dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawannya yang tidak berkualifikasi untuk mengurus perkara atau memberi nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau dengan tulisan.
f. Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai Advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keteranganketerangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.
g. Advokat dapat mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya apabila timbul perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan kliennya.
h. Advokat yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari suatulembaga peradilan, tidak dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang diperiksa pengadilan tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak ia berhenti dari pengadilan tersebut.
BAB VIII
PELAKSANAAN KODE ETIK
Pasal 9
a. Setiap Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini.
b. Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan.
BAB IX
DEWAN KEHORMATAN 
Bagian Pertama
KETENTUAN UMUM
Pasal 10
1. Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik  yang dilakukan oleh Advokat.
2. Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu:
     a. Tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
     b. Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.
3. Dewan Kehormatan Cabang/daerah memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.
4. Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan kepada:
     a. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dimana teradu sebagai anggota pada tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah;
     b. Dewan Pimpinan Pusat pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana teradu sebagai anggota;
     c. Pengadu/Teradu.
Bagian Kedua
PENGADUAN
Pasal 11
1. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan, yaitu:
     a.   Klien.
     b.   Teman sejawat Advokat.
     c.   Pejabat Pemerintah.
     d.   Anggota Masyarakat.
     e. Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dari organisasi profesi dimana Teradu menjadi anggota.
2. Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dapat juga bertindak sebagai pengadu dalam hal yang menyangkut  epentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk itu.
3. Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat.
Bagian Ketiga
TATA CARA PENGADUAN
Pasal 12
1. Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.
2. Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/Daerah Organisasi, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.
3. Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah, maka Dewan Pimpinan Cabang/Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.
4. Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu baik langsung atau melalui Dewan Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.
Bagian Keempat
PEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA OLEH DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 13
1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan tertulis yang disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu, menyampaikan surat pemberitahuan selambatlambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
2. Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan, disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu.
3. Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak memberikan jawaban tertulis, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat peringatan tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.
4. Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur di atas dan dianggap telah melepaskan hak jawabnya, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dapat segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan menyampaikan panggilan secara patut kepada pengadu dan kepada teradu untuk hadir dipersidangan yang sudah ditetapkan tersebut.
6. Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling tambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
7. Pengadu dan yang teradu:
    a. Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain, yang jika dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasehat.
    b. Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
8. Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
    a. Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
    b. Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
    c. Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi akan didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
9. Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir:
     a. Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat belas) hari dengan memanggil pihak yang tidak hadir secara patut.
     b. Apabila pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi atas dasar yang sama kecuali Dewan Kehormatan Cabang/Daerah berpendapat bahwa materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau kepentingan organisasi.
     c. Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu.
     d. Dewan berwenang untuk memberikan keputusan di luar hadirnya yang teradu, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.
Bagian Kelima
SIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 14
1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah bersidang dengan Majelis yang terdiri sekurangkurangnya atas 3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil.
2. Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
3. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang khusus dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua,
4. Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan membuat atau menyuruh membuat berita acara persidangan yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu.
5. Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam sidang terbuka. 
Bagian Keenam
CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 15
(1) Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat bukti dan keterangan saksi-saksi maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil Keputusan yang dapat berupa:
     a. Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
     b. Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksisanksi kepada teradu;
     c. Menolak pengaduan dari pengadu.
(2) Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
(3) Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
(4) Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan keberatan yang dilampirkan didalam berkas perkara.
(5) Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
SANKSI-SANKSI
Pasal 16
1. Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
     a. Peringatan biasa.
     b. Peringatan keras.
     c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
     d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
2. Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran Kode Etik Advokat dapat dikenakan sanksi:
    a. Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat.
    b. Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan.
    c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi melakukan pelanggaran kode etik.
    d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat.
3. Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan.
4. Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan atau pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.
Bagian Kedelapan
PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN
Pasal 17
Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan keputusan Dewan kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan kepada:
    a. Anggota yang diadukan/teradu;
    b. Pengadu;
    c. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dari semua organisasi profesi;
    d. Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
    e. Dewan Kehormatan Pusat;
    f. Instansi-instansi yang dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

Bagian Kesembilan
PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING DEWAN KEHORMATAN PUSAT
Pasal 18
1. Apabila pengadu atau teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat.
2. Pengajuan permohonan banding beserta Memori Banding yang sifatnya wajib, harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
3. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima Memori Banding yang bersangkutan selaku pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusus/tercatat kepada pihak lainnya selaku terbanding.
4. Pihak terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
5. Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra Memori Banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.
6. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah kepada dewan Kehormatan Pusat.
7. Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
8. Dewan kehormatan Pusat memutus dengan susunan Majelis yang terdiri sekurangkurangnya 3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah ganjil yang salah satu merangkap Ketua Majelis.
9. Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
10. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus diadakan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua.
11. Dewan Kehormatan Pusat memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara, tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
12. Dewan Kehormatan Pusat secara prorogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan langsung dari suatu perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal saja permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak agar perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan Pusat.
13. Semua ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat. 
Bagian Kesepuluh
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 19
1. Dewan Kehormatan Pusat dapat menguatkan, merubah atau membatalkan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dengan memutus sendiri.
2. Keputusan Dewan kehormatan Pusat mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari, tanggal dan waktunya telah diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
3. Keputusan Dewan Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat yang tidak dapat diganggu gugat dalam forum manapun, termasuk dalam MUNAS.
4. Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Pusat harus disampaikan kepada:
    a. Anggota yang diadukan/teradu baik sebagai pembanding ataupun terbanding;
    b. Pengadu baik selaku pembanding ataupun terbanding;
    c. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
    d. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
    e. Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
    f. Instansi-instansi yang dianggap perlu.
5. Apabila seseorang telah dipecat, maka Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan Kehormatan Cabang/Daerah meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi untuk memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.
Bagian Kesebelas
KETENTUAN LAIN TENTANG DEWAN KEHORMATAN
Pasal 20
Dewan Kehormatan berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur tentang Dewan Kehormatan dalam Kode Etik ini dan atau menentukan hal-hal yang belum diatur didalamnya dengan kewajiban melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi agar diumumkan dan diketahui oleh setiap anggota dari masing-masing organisasi.
BAB X
KODE ETIK & DEWAN KEHORMATAN
Pasal 21
Kode Etik ini adalah peraturan tentang Kode Etik dan Ketentuan Tentang Dewan Kehormatan bagi mereka yang menjalankan profesi Advokat, sebagai satu-satunya Peraturan Kode Etik yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia.
BAB XI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 22
1. Kode Etik ini dibuat dan diprakarsai oleh Komite Kerja Advokat Indonesia, yang disahkan dan ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) yang
dinyatakan berlaku bagi setiap orang yang menjalankan profesi Advokat di Indonesia tanpa terkecuali.
2. Setiap Advokat wajib menjadi anggota dari salah satu organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini.
3. Komite Kerja Advokat Indonesia mewakili organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini sesuai dengan Pernyataan Bersama tertanggal 11 Februari 2002 dalam hubungan kepentingan profesi Advokat dengan lembaga-lembaga Negara dan pemerintah.
4. Organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini akan membentuk Dewan kehormatan sebagai Dewan Kehormatan Bersama, yang struktur akan disesuaikan dengan Kode Etik Advokat ini.
Pasal 23
Perkara-perkara pelanggaran kode etik yang belum diperiksa dan belum diputus atau belum berkekuatan hukum yang tetap atau dalam pemeriksaan tingkat banding akan diperiksa dan diputus berdasarkan Kode Etik Advokat ini.

BAB XXII
PENUTUP
Pasal 24
Kode Etik Advokat ini berlaku sejak tanggal berlakunya Undang-undang tentang Advokat

Sumber : http://www.peradi.or.id/

Senin, 27 Juli 2015

RANGKUMAN SEMINAR PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR MENUJU VISI TRANSPORTASI BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG MP3EI

MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) is a main patterns of Indonesia development.
MP3EI AND ROADMAP NATIONAL INOVATION 2025 :
A.      Vision of Indonesia 2025
“ to realize indonesian society be independent, advance, conscionable and success”

B.      INITIATIVE  STRATEGY MP3EI
1.       Pushing invesment realitation on 22 economic activity.
2.        Synchronnizaton of national action plans for revitalization the riil sectors performance.
3.       Make a expansion in center of excellence in every economic corridors.

C.      THE MAIN STRATEGY OF MP3EI
1.       Economic potencial expansion trough economic coridors.
2.       Strengthening national connectivitas.
3.       Strengthening human resources skills and national educations.

D.      THE BASIC PRINCIPLES OF MP3EI
Basic principles and a precondition of acceleration success and expansion in economic development.